Fiqih Shiyam (Puasa) adalah ilmu yang mempelajari tentang
hukum-hukum Islam berkaitan dengan Shiyam (Puasa). Fiqh Shiyam penting untuk
kita pelajari agar ibadah puasa kita mendapat pahala dan mendapat sasaran yang
diinginkan yaitu meningkatkan kualitas iman serta taqwa berdasarkan Al-Qur’an
dan Sunnah.
DEFINISI PUASA
Menurut bahasa, Puasa adalah MENAHAN sesuatu, baik
makanan, minuman, kata-kata atau gerakan.
Menurut istilah, Puasa adalah MENAHAN DIRI dari hal-hal
yang membatalkan puasa baik dari makan, minum, hubungan suami istri; dengan
disertai niat; mulai terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
PERINTAH WAJIBNYA PUASA
Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” (QS
Al-Baqarah: 183)
“Bulan Ramadhan bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil) maka barangsiapa mendapatkannya
hendaklah ia puasa.” (QS Al-Baqarah: 185)
KEDUDUKAN NIAT DALAM PUASA
Niat menurut bahasa adalah KEHENDAK
Niat menurut istilah adalah berkehendak menjalankan sesuatu
untuk beribadah kepada Allah SWT
Kedudukan niat
Niat wajib dilakukan dari malam hari dalam puasa fardhu dan
tidak wajib dalam puasa sunnah. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa
tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.” (HR Abu
Dawud, Tirmdzi)
Tentang puasa sunnah, Aisyah ra meriwayatkan: “Pada
suatu hari Rasulullah SAW masuk ke rumahku, beliau berkata: “Adakah engkau
memiliki sesuatu (makanan)? “Saya berkata: “Tidak, ya Rasulullah.” Maka beliau
berkata: “Jika demikian saya berpuasa.” (HR Muslim)
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
Ada beberapa hal yang dapat membatalkan puasa apabila
dilanggar oleh orang yang berpuasa, yaitu:
- Masuknya benda cair atau padat ke dalam perut, baik itu
lewat mulut, telinga, hidung, dan kemaluan.
- Keluarnya air mani dengan sengaja.
- Muntah yang disengaja.
- Makan, minum, atau jima’ walaupun dalam keadaan dipaksa.
- Makan, minum, atau jima’, karena mengira bahwa waktu
berbuka telah tiba, yang kemudian terbukti bahwa waktu berbuka belum tiba.
- Tidak berniat puasa.
- Haid dan nifas walau di akhir waktu.
- Murtad
YANG MEMBATALKAN PAHALA PUASA
Disamping hal-hal yang membatalkan puasa tersebut di atas,
ada beberapa hal lain yang apabila dilanggar, pahala puasa akan menjadi gugur,
jadi puasa yang dilakukan hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban saja,
sementara pahala besar yang dijanjikan Allah SWT sama sekali tidak bisa diraih.
Diantara hal-hal yang membatalkan pahala puasa tersebut bisa dilihat dalam
beberapa hadist Rasulullah SAW berikut:
“Banyak orang puasa yang tidak dapat apa-apa dari puasanya
kecuali lapar. Dan banyak orang shalat malam tidak mendapat apa-apa dari
shalatnya kecuali begadang.” (HR Abu Dawud, Ibnu Majah)
“Barangsiapa tidak meninggalkan kata-kata dusta (dalam
berpuasa) dan tetap melakukannya, maka Allah SWT tidak butuh ia meninggalkan
makan dan minumnya.” (HR Bukhari)
“Puasa bukanlah hanya meninggalkan makan dan minum, akan
tetapi yang dimaksud puasa adalah menghindarkan diri dari kata-kata yang tidak
berguna dan dusta. Maka jika ada orang yang mencelamu atau usil kepadamu,
katakanlah saya sedang puasa, saya sedang puasa.” (HR Ibnu Majah, Ibnu
Hiban, Hakim)
KERINGANAN-KERINGANAN YANG DIBERIKAN ALLAH SWT DALAM PUASA
a. MAKAN DAN MINUM KARENA LUPA
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa lupa sedang ia
dalam keadaan puasa, maka ia makan atau minum, hendaklah ia menyempurnakan
puasanya, sebab Allah SWT telah member kepadanya makan dan minum.” (HR
Bukhari-Muslim)
b. ORANG HAMIL DAN MENYUSUI
Orang hamil dan menyusui jika mereka mengkhawatirkan anak
yang dikandungnya atau diri mereka, maka mereka boleh berbuka, sebab hukum
mereka sebagaimana hukum orang sakit. Hadist Rasulullah SAW : “Allah SWT
melepaskan untuk orang musafir berpuasa dan separuh dari shalatnya dan untuk
orang hamil dan menyusui puasanya.” (HR.Al-Khamsah)
Masalah yang diperselisihkan adalah tentang qadha dan
membayar fidyah:
Imam Syafi’i dan Ahmad berpendapat, jika yang ia
khawatirkan adalah anaknya saja maka wajib baginya qadha dan membayar
fidyah. Jika yang ia khawatirkan adalah dirinya atau diri dan anaknya,
maka cukup baginya mengqadha puasa.
Imam Abu Hanafiah berpendapat, yang wajib bagi mereka
hanyalah mengqadha saja.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar, mereka
berpendapat bahwa “Jika yang dikhawatirkan adalah diri dan anak mereka
maka mereka cukup membayar fidyah saja.” (HR.Abu Dawud, Daruquthni, Malik
dan Baihaki)
c. HAID DAN NIFAS
Wanita yang sedang haid dan nifas, wajib bagi mereka berbuka
kemudian mengqadhanya di hari lain, walau haid itu datangnya menjelang waktu
maghrib. Diriwayatkan dari Aisyah ra beliau berkata: “Kami mengalami haid
di zaman Rasulullah SAW, kemudian kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan
tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.”
d. ORANG SAKIT
Sakit apakah yang diperbolehkan berbuka ? Jumhur ulama
mengatakan : sakit yang membahayakan jiwa atau menambah cidera atau
dikhawatirkan memperlambat kesembuhan. Alasan mereka adalah:
Firman Allah SWT : “Allah SWT menghendaki kemudahan
bagimu dan tidak menghendaki kesusahan bagimu “ (Q.S.Al Baqarah 184)
e. LANJUT USIA
Bagi orang yang berusia lanjut dan tidak mampu berpuasa,
maka cukup baginya untuk memberi makan setiap hari 1 orang miskin, berdasarkan
pandangan Imam Bukhari dan Ibnu Abbas dalam memahami ayat: “Dan bagi
orang-orang yang berat menjalankannya, maka ia membayar fidyahnya yaitu memberi
makan satu orang miskin.” (QS: Al-Baqarah 184)
JANJI-JANJI ALLAH SWT BAGI ORANG-ORANG YANG BERPUASA
Dengan rahmat dan kasih sayangNya, Allah SWT mendorong kita
untuk berbuat baik dan beribadah dengan sungguh-sungguh, Allah SWT memberikan
janji-janji yang sangat menggiurkan bagi orang-orang yang beriman. Diantara
janji-janji tersebut adalah:
“Tiada seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah, kecuali
Allah SWT akan menjauhkan dia di hari itu tujuh puluh tahun dari neraka.” (HR.Bukhari-Muslim)
“Setiap amal anak Adam akan dilipatgandakan, setiap
kebaikan sepuluh kalilipat hingga tujuh ratus kali lipat. Allah SWT
berfirman, kecuali puasa ia adalah untukKu, Akulah yang akan membalasnya, ia
tinggalkan nafsunya, makannya, karena Aku.” (HR.Bukhari)
“Barangsiapa puasa di Bulan Ramadhan, ia tahu
larangan-larangannya, ia juga menjaga apa yang harus dijaga, akan dihapuskan
semua dosanya yang telah lalu.” (HR.Ibnu Hibban)
“Barang siapa puasa karena iman dan mengharap pahala dari
Allah SWT, ia akan diampuni semua dosanya yang telah lalu.” (HR.Bukhari
Muslim)
“Sesungguhnya di surga itu ada sebuah pintu yang disebut
“Rayyan”, akan masuk dari pintu ini di hari kiamat semua orang yang puasa, dan
tidak yang lain. Jika mereka telah masuk, pintu akan ditutup, dan tidak akan
masuk kedalamannya seorangpun.” (HR.Bukhari-Muslim)
ANCAMAN BAGI ORANG-ORANG YANG TIDAK BERPUASA RAMADHAN
Rasulullah SAW bersabda bahwa puasa merupakan identitas bagi
kaum Muslimin. Puasalah yang membedakan antara kita dan orang-orang kafir.
Puasa juga tidak bisa digantikan pahalanya dengan puasa yang lain walupun
dengan puasa seumur hidup sekalipun. Berikut ini adalah beberapa peringatan
yang diberikan oleh Rasulullah SAW.
“Barangsiapa berbuka sehari di Bulan Ramadhan tanpa adanya
rukhsoh(keringanan) yang diinginkan Allah SWT kepadanya, puasa itu tidak akan
bisa diganti dengan puasa satu tahun walaupun ia puasa terus menerus.”(HR.Abu
Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi)
“Tali (pengikat) Islam dan tiang-tiang agama ada tiga,
diatasnya Islam didirikan. Barangsiapa meninggalkan satu diantaranya, ia telah
kafir dan halal darahnya. Tiga itu adalah, dua kalimah syahadat,shalat fardhu
dan puasa Ramadhan.” (HR.Abu Ya’la,Dailami, disahkan Adz Dzahabi)
LAILATUL QADAR DI BULAN RAMADHAN
Lailatul Qadar adalah malam yang paling mulia, dia adalah
malam yang lebih baik dari seribu bulan. Mayoritas ulama mengatakan bahwa
Lailatul Qadar diturunkan oleh Allah SWT pada bulan Ramadhan di malam ganjil
pada sepuluh (10) malam terakhir. Berikut ini adalah beberapa nash tentang
Lailatul Qadar tersebut:
“Sesungguhnya kami telah menurunkan Al Quran pada malam
Lailatul Qadar. Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu ? Lailatul
Qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikatJibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala sesuatu.
Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS.Al Qadar 1-5)
“Barangsiapa yang shalat pada malam Lailatul Qadar, karena
iman dan mengharap pahala dari Allah SWT, akan diampuni dosa yang telah lalu.”(HR.Bukhari)
AMALAN-AMALAN SUNNAH DALAM RAMADHAN
Disamping ibadah wajib Puasa Ramadhan, kita juga sangat
dianjurkan untuk memperbanyak ibadah sunnah. Sebab nilai ibadah sunnah di bulan
Ramadhan bagaikan ibadah wajib dalam bulan-bulan lain. Diantara ibadah sunnah
yang dianjurkan adalah :
a. SIKAP KEDERMAWANAN
Hadist Rasulullah SAW: “Rasulullah yang sangat dermawan
dan beliau lebih dermawan lagi ketika beliau berada di Bulan Ramadhan, ketika
beliau bertemu dengan Jibril. Dan beliau bertemu dengan Jibril tiap malam
di Bulan Ramadhan untuk mengulang-ulang Al Quran kepadanya. Rasulullah SAW
lebih dermawan dengan kebaikan dari angin yang sedang berhembus.” (HR.Bukhari)
b. MAKAN SAHUR
Makan sahur adalah makan yang diberkahi Allah SWT, jadi kita
disunnahkan untuk makan sahur. Disamping itu, makan sahur yang paling baik
adalah makan sahur yang diakhirkan. Rasulullah SAW bersabda: “Bersahurlah
sesungguhnya di dalam sahur itu ada barokah.” (HR.Bukhari-Muslim)
Makan sahur adalah makan yang penuh dengan berkah,jadi kita
disunnahkan untuk makan sahur walaupun dengan seteguk air.
c. MEMPERBANYAK DO’A
Hadist Rasulullah SAW: “Tiga orang yang do’anya tidak
ditolak oleh Allah SWT, orang puasa hingga berbuka,imam yang adil dan orang
yang teraniaya.”(HR.Tirmidzi)
d. CEPAT BERBUKA JIKA WAKTUNYA SUDAH TIBA
Hadist rasulullah SAW: “Orang-orang muslim selalu dalam
kebaikan, selagi mereka cepat-cepat berbuka.” (HR.Bukhari)
e. BERSUNGGUH-SUNGGUH DALAM BERIBADAH PADA SEPULUH MALAM
YANG TERAKHIR
“Rasulullah SAW jika telah masuk hari sepuluh yang terakhir
di Bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malamnya (dengan banyak beribadah),
membangunkan keluarganya, mengencangkan ikat pinggangnya.” (HR Bukhari
Muslim)
f. MENAHAN DIRI DARI HAL-HAL YANG MERUSAK PAHALA PUASA
Puasa yang bisa meningkatkan kualitas iman dan ketakwaan
adalah puasa yang dilakukan dengan benar dan menjaga rambu-rambunya. Rasulullah
SAW bersabda:“Barangsiapa puasa bulan Ramdhan, ia tahu larangan-larangannya, ia
jaga apa yang harus dijaga, akan dihapuskan semua dosanya yang telah
lalu.” (HR Ibnu Hibban)
g. I’TIKAF
Hadist Rasulullah SAW: “Aisyah ra berkata Rasulullah
beritikaf pada sepuluh hari yang terakhir dari Bulan Ramadhan hingga ia meninggal
dunia. Kemudian istri-istri beliau juga beri’tikaf setelah wafatnya.” (HR Bukhari
Muslim)
h. MEMPERBANYAK MEMBACA AL QUR’AN DAN HADIST RASULULLAH
SAW
“Puasa dan Al Qur’an, keduanya akan memberi syafaat di hari
Kiamat. Puasa berkata ya Allah SWT aku telah mencegahnya dari makan dan
nafsunya siang hari, maka berikan syafaatku padanya. Al Qur’an berkata, aku
telah mencegah tidur di malam hari, berikanlah syafaatku kepadanya. Maka
diterimalah syafaat keduanya.” (HR.Ahmad)
MENGQADHA PUASA
Haruskah mengqadha puasa Ramadhan itu dengan berturut-turut?
Pendapat yang paling kuat membolehkan tidak berturut-turut. Dengan dalil firman
Allah SWT : “Maka wajib baginya berpuasa sebanyak hari-hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS Al-Baqarah: 184)
Adapun orang yang meninggal dunia dan ia mempunyai
tanggungan puasa makawalinya yang mengqadha puasa itu. Hadist Rasulullah
SAW : “Barang siapa meninggal dunia dan ia mempunyai tanggungan puasa maka
walinya yang berpuasa untuknya.”
PUASA BAGI ORANG MUSAFIR
Berbuka bagi orang musafir/bepergian merupakan rukhsoh/keringanan yang
diberikan Allah SWT.Allah SWT berfirman : “Barangsiapa siapa yang sakit
atau bepergian, maka dihitung (puasanya) pada hari yang lain.” (QS
Al-Baqarah: 185)
Mana yang lebih utama berbuka atau puasa bagi mereka? Imam
Syafi’i, Malik, dan Abu Hanifah menyatakan bahwa puasa adalah lebih baik
apabila mereka mampu (tidak dirasa memberatkan) mereka berhujjah dengan
firman Allah SWT: “Dan puasa lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.” (QS
Al-Baqarah: 184)
Akan tetapi jika mereka tidak mampu maka berbuka adalah
lebih baik baginya. Allah SWT berfirman : “Allah SWT menghendaki kemudahan
bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS Al-Baqarah: 185)
Adapun jarak safar yang diperbolehkan untuk berbuka, Imam
Syafi’i,Ahmad dan Imam Malik berpendapat bahwa batas paling dekat dimana
seorang musafir diperbolehkan berbuka adalah 48 mil atau 84 km.
MENCIUM ISTRI SAAT BERPUASA
Mencium istri disaat berpuasa boleh bagi yang mampu mengendalikan
nafsunya. Riwayat dari Aisyah ra: “Rasulullah SAW mencium padahal beliau
berpuasa, beliau menyentuk padahal berpuasa akan tetapi Rasulullah SAW orang
yang paling bisa mengendalikan nafsunya.” (HR Bukhari-Muslim)
HUBUNGAN SUAMI ISTRI DI SIANG HARI SAAT BULAN RAMADHAN
Barangsiapa yang melakukan hubungan suami istri di siang
hari pada Bulan Ramadhan, maka puasanya batal dan ia wajib membayar denda
dengan urut seperti berikut ini: memerdekakan budak, apabila tidak mampu maka
wajib berpuasa dua bulan berturut-turut. Dan apabila tidak mampu, ia wajib
memberi makan 60 orang miskin. Sebagaimana hadist Abu Hurairah ra yang artinya:
“Ketika kami duduk di samping Nabi Muhammad SAW datanglah
seorang lelaki seraya berkata: Wahai Rasulullah saya telah binasa! Nabi
bersabda: “Apa yang membinasakanmu? Ia menjawab, saya telah menggauli istri
saya padahal saya dalam keadaan berpuasa”. Nabi bersabda: Apakah kamu mampu
memerdekakan budak? Ia menjawab: tidak! Nabi berkata: Apakah kamu mampu
berpuasa dua bulan berturut-turut? Ia menjawab: tidak! Nabi berkata: Apakah
kamu mampu memberi makan 60 orang miskin? Ia menjawab: tidak! Lalu ia duduk.
Kemudian datanglah satu orang yang membawa wadah berisi kurma untuk Nabi. Maka
Nabi bersabda shodaqohkanlah ini. Ia menjawab: Apakah kepada orang yang lebih
miskin dari saya? Karena tidak ada dua batu hitamnya rumah ini yang butuh dari
saya. Maka Nabi kemudian tertawa dan berkata pergilah dan berikan kepada
keluargamu.” (HR Bukhari-Muslim)
JENIS PUASA SUNNAH DI LUAR PUASA RAMADHAN
a. Puasa Hari Arafah (9 Dzulhijjah) bagi orang yang
tidak sedang menunaikan ibadah haji. Sabda Rasulullah SAW: “Puasa Arafah
menghapus dosa satu tahun, tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang. Dan
puasa Muharram menghapus dosa satu tahun yang lalu.” (HR Muslim)
b. Puasa 10 Muharram sebagaimana hadist di atas.
c. Puasa enam hari di Bulan Syawal
Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa puasa di bulan
Ramadhan dan diikuti puasa enam hari di bulan syawal maka ia bagaikan puasa
satu tahun.” (HR Muslim)
d. Puasa pada Bulan Sya’ban
Hadist Rasulullah SAW: “Tidak pernah saya melihat
Rasulullah puasa satu bulan kecuali bulan puasa, dan tidak pernah saya melihat
beliau memperbanyak puasa satu bulan, selain Bulan Sya’ban.” (HR
Bukhari-Muslim)
e. Puasa bulan purnama, 3 hari
setiap bulan Hijriah yaitu tanggal 13, 14, dan 15
Hadist Rasulullah SAW: “Rasulullah menyuruh kami untuk
berpuasa tiap bulan tiga hari saat terang bulan yaitu tanggal 13, 14, dan 15.
Beliau berkata ia adalah seperti puasa satu tahun.” (HR Nasai)
f. Puasa Dawud yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka
Hadist Rasulullah SAW: “Puasa yang paling disenangi
Allah SWT adalah puasa Dawud, shalat yang disenangi Allah SWT adalah shalat
Dawud, beliau tidur separuh malam, bangun sepertiganya, dan tidur lagi seperenamnya,
beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (HR Bukhari-Muslim)
g. Puasa Hari Senin dan Hari Kamis
Hadist Rasulullah SAW: “Rasulullah SAW memperbanyak
puasa pada Hari Senin dan Hari Kamis, kemudian beliau berkata,
sesungguhnya amal-amal itu dilaporkan setiap Hari Senin dan Hari
Kamis, maka Allah SWT akan mengampuni setiap muslim atau mu’min kecuali mereka
yang saling memutuskan tali persaudaraan, maka Allah SWT berkata, akhirkan
mereka.” (HR Ahmad)
PUASA BAGI ORANG YANG BELUM MAMPU MENIKAH
Hadist Rasulullah SAW:
“Barangsiapa telah mempunyai bekal maka kawinlah, karena
kawin itu lebih menjaga pandangan dan kemaluan. Tapi jika belum mampu maka
puasalah karena ia adalah obatnya.”(HR Bukhari)
PUASA-PUASA YANG DILARANG
a. Puasa hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha)
“Ada dua hari Rasulullah SAW telah melarang puasa pada
keduanya, hari raya Idul Fitri dan hari raya yang lain dimana engkau memakan
hewan sembelihannya.” (HR Bukhari-Muslim)
b. Puasa sunnah tanpa seizin suami
Seorang istri tidak diperbolehkan puasa sunnah ketika
suaminya berada di rumah tanpa seizing suami tersebut. Hadist Rasulullah
SAW: “Janganlah seorang perempuan berpuasa sedangkan suaminya berada di
rumah.” (HR Bukhari)
c. Hari Tasyrik
“Bahwasanya Rasulullah SAW mengutus Abdullah bin Hudzaifah
berkeliling di Mina untuk mengumumkan agar tidak puasa pada hari ini, sebab ia
adalah hari-hari untuk makan, minum, dan dikir kepada Allah SWT.”
d. Hanya mengkhususkan Hari Jum’at
Larangan di sini hanya larangan makruh, kecuali jika hari
itu bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukan, atau karena ada sunnah yang
lain. Hadist Rasulullah SAW:“Janganlah puasa pada Hari Jum’at kecuali
didahului dengan puasa sebelumnya atau ditambah sehari sesudahnya.” (HR
Bukhari)
e. Hari yang diragukan
Hadist Rasulullah SAW: “Janganlah sekali-kali di antara
kamu mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya kecuali
jika seseorang itu telah terbiasa di hari itu maka puasalah pada hari itu.” (HR
Bukhari-Muslim)
f. Puasa Dahri (puasa tiap hari tanpa berbuka)
Hadist Rasulullah SAW: “Tidak dinamakan puasa orang
yang berpuasa terus menerus.” (HR Bukhari)
DO’A BERBUKA PUASA
Urutan yang tepat untuk do’a ketika berbuka adalah:
Membaca basmalah sebelum makan kurma atau minum (berbuka).
Mulai berbuka
Membaca do’a berbuka: Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l
‘Uruuqu…dst.
Ibnu Umar ra mengatakan, jika RasulullahSAW buka puasa,
beliau membaca:
Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l ‘Uruuqu wa Tsabata-l Ajru,
Insyaa Allah
“Telah hilang dahaga, urat-urat telah basah, dan telah
diraih pahala, insya Allah.” (HR Abu Daud, Ad-Daruquthni, Al-Bazzar, dan
Al-Baihaqi. Hadis ini dinilai hasan oleh Al-Albani)
KAPAN DO’A INI DIUCAPKAN
Dilihat dari arti do’a di atas, dzahir menunjukkan bahwa
do’a ini dibaca setelah orang yang berpuasa itu berbuka. Syiakh Ibnu Utsaimin
menegaskan:
“Hanya saja, terdapat do’a dari Nabi SAW, jika do’a ini
shahih, bahwa do’a ini dibaca setelah berbuka. Yaitu do’a: Dzahaba-zh Zama’u,
Wabtalati-l ‘Uruuqu…dst. do’a ini tidak dibaca kecuali setelah selesai
berbuka.”
ANJURAN MEMPERBANYAK DO’A KETIKA BERBUKA PUASA
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: “Ada
tiga orang yang do’anya tidak ditolak: Pemimpin yang adil, orang yang berpuasa
sampai dia berbuka, dan do’a orang yang didzalimi, Allah angkat di atas awan
pada hari kiamat.” (HR At-Tirmidzi, Thabrani).
Hadis di atas menunjukkan anjuran bagi orang yang sedang
puasa untuk memperbanyak berdo’a sebelum dia berbuka. Sebagian ulama menegaskan
bahwa hadis ini tidak ada hubungannya dengan berdo’a ketika berbuka. Karena
teks hadis ini bersifat umum, bahwa orang yang sedang berpuasa memiliki peluang
dikabulkan do’anya di setiap waktu dan setiap kesempatan, sebelum dia berbuka.
Abdullah bin Amr bin Ash ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya orang yang berpuasa memiliki do’a yang tidak akan ditolak ketika
berbuka.” (HR Ibnu Majah, Al-Hakim, Ibnu Sunni, dan At-Thayalisi)
Do’a-do’a kebaikan selayaknya dibaca sebelum memulai
berbuka. Karena ketika belum berbuka, seseorang masih dalam kondisi puasa, dan
bahkan di puncak puasa, sehingga dia lebih dekat dengan Allah Ta’ala.
DO’A APA YANG BISA DIBACA KETIKA HENDAK (MENJELANG) BERBUKA
Do’a yang berkaitan dengan kehidupan dunia maupun di
akhirat. Karena waktu menjelang berbuka adalah waktu yang mustajab. Ibnu Abi
Mulaikah (salah seorang tabiin), beliau menceritakan: Aku mendengar Abdullah
bin Amr ketika berbuka membaca do’a:
Allahumma Inni As-Aluka bi Rahmatika Al-Latii Wasi’at Kulla
Syai-in An Taghfira Lii
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang
meliputi segala sesuatu, agar Engkau mengampuniku.” (HR Ibnu Majah dan
Al-Baihaqi)